Selasa, 05 Juli 2011

PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH



A.   PENDAHULUAN

Pemberdayaan Kapasitas Kelembagaan Perangkat Daerah, adalah salah satu langkah melakukan reformasi birokrasi. Dimana Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan menyangkut aspek kelembagaan (organisasi), sumber daya manusia aparatur dan aspek ketatalaksanaan (business process). Berbagai permasalahan / hambatan mengakibatkan sistem penyelenggaraan pemerintahan tidak berjalan atau diperkirakan tidak akan berjalan dengan baik.
Tujuan reformasi birokrasi adalah membangun aparatur negara agar mampu mengemban misi, tugas dan fungsi serta peranannya masing-masing  secara lebih bersih, efektif, efisien dan produktif. Dengan kata lain reformasi birokrasi dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik sehingga pembangunan nasional di segala bidang dapat dilaksanakan secara lebih baik.
Jadi kaitan dengan reformasi birokrasi salah satunya adalah penataan sistem   manajemen SDM aparatur dimana analisis jabatan merupakan komponen penting dari penataan manajemen tersebut,  sehingga   dapat  diperoleh informasi tentang efisiensi dan efektivitas kerja organisasi, serta mempunyai tujuan untuk meningkatkan kapasitas organisasi yang profesional, transparan, proporsional dan rasional dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik (Good Governance).
Salah satu langkah awal dalam melakukan reformasi birokrasi adalah dengan melakukan pemberdayaan kapasitas kelembagaan sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan PP Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa seluruh Pemerintah Daerah sudah menetapkan dan melaksanakan PP Nomor 41 Tahun 2007, dan kami sudah melakukan evaluasi terhadap Peraturan Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Secara umum, berdasarkan evaluasi yang kami lakukan terhadap Perda tentang Perangkat Daerah, masih terdapat inkonsistensi terhadap norma, standar dan kriteria yang ditetapkan dalam PP Nomor 41 Tahun 2007, antara lain :
1.        Penerapan prinsip-prinsip organisasi, yaitu pewadahan fungsi yang tidak sesuai, misalnya fungsi staf diwadahi dalam fungsi lini, dan sebaliknya.
2.        Perumpunan yang tidak sesuai dengan ketentuan, misalnya bidang pemuda olah raga masih dibentuk dalam wadah kantor.
3.        Penentuan jumlah perangkat daerah dan jumlah susunan organisasi belum berdasarkan kebutuhan, kemampuan, potensi dan beban kerja, dan masih cenderung mempergunakan pola yang maksimal.
4.        Pengaturan dan penjabaran tugas dan fungsi masing-masing SKPD belum berdasarkan urusan yang menjadi kewenangan,  potensi dan karakteristik daerah masing-masing.
5.        Nomenklatur masing-masing SKPD sampai kepada unit eselon yang terendah antar daerah sangat variatif, dan hal-hal yang sangat teknis yang pada umumnya dapat menghambat pelaksanaan tugas dan  kinerja SKPD yang bersangkutan.

B.   PERMASALAHAN KELEMBAGAAN DI DAERAH

Dalam melihat kondisi kelembagaan di daerah, maka khususnya Kelembagaan di bidang Pengelolaan Keuangan dan Aset di Provinsi, apabila diwadahi dalam satu SKPD, mempunyai beban kerja cukup berat, maka disarankan tidak digabung dalam satu rumpun, tetapi dapat dibentuk menjadi dua SKPD yaitu Dinas Pendapatan dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 156 UU Nomor 32 Tahun 2004 yaitu pengelolaan keuangan dengan prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima/mengeluarkan uang.

Hal tersebut, telah ditetapkan SKB antara Menteri Dalam Negeri dengan Menteri Keuangan terkait dengan pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan telah ditetapkan Permendagri 56 Tahun 2010 tentang Perubahan Pertama Atas Permendagri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah yang intinya melakukan perubahan dan penambahan fungsi pemungutan BPHTB dan PBB Perkotaan dan Perdesaan.
Selanjutnya dalam revisi kedepan, mengusulkan peningkatan eselon Sekretaris Inspektorat dan Sekretaris BAPPEDA pada Provinsi dan apabila dimungkinkan sekaligus meningkatkan eselon Sekretaris Dinas dan badan di Provinsi, dalam rangka pelaksanaan koordinasi intern sehingga pelaksanaan tugas SKPD tersebut terpadu dan sinergi, dan juga untuk membangun sistem pola karier.
Untuk Kelembagaan BKKBN yang saat ini masih merupakan instansi vertikal, agar segera dialihkan menjadi perangkat daerah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Penduduk dan Pembangunan Keluarga, dan perlu diatur petunjuk teknis pelaksanaannya.
Kemudian pembentukan lembaga lain yang diamanatkan oleh berbagai peraturan perundang-undangan agar dapat dibentuk oleh daerah sesuai kebutuhan dan kemampuan daerah dan yang terpenting bahwa fungsi tersebut diselenggarakan oleh daerah, karena ada kecenderungan bahwa apabila Pemerintah Daerah tidak membentuk lembaga tersebut konsekuensinya tidak mendapat dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan dari pemerintah. Masih terdapat intervensi pemerintah melalui pembentukan UPT Kementerian yang sebenarnya fungsi UPT tersebut dapat di dekonsentrasikan/tugas pembantuan kepada perangkat pemerintah daerah. Dalam hal ini perlu ditetapkan mekanisme prosedur dan persyaratan pembentukan UPT Kementerian/Lembaga.

Selanjutnya perlu mempertegas tugas, fungsi, dan kewenangan staf ahli yang jelas sehingga dapat membantu atau memberikan second opinion kepada kepala daerah dalam perumusan dan pengambilan keputusan. Perlu ditetapkan standarisasi nomenklatur yang berlaku secara nasional sehingga memudahkan dalam pelaksanaan koordinasi, komunikasi, dan keterpaduan serta sinkronisasi program pemerintah dengan Pemerintah Daerah maupun antar Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dalam hal ini sedang dilakukan finalisasi penyusunan pemberdayaan kapasitas kelembagaan perangkat daerah bersama Kementerian terkait.
Lebih lanjut mengusulkan agar pembentukan dan pengaturan perangkat daerah ditetapkan dalam Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota, berpedoman pada peraturan pemerintah, dengan beberapa pertimbangan:
a.     bahwa perangkat daerah merupakan unsur pembantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
b.     pengalaman dalam pembentukan perda kelembagaan perangkat daerah membutuhkan tenaga, biaya, dan waktu yang relatif tinggi bahkan sarat dengan nuansa politis, tawar menawar jabatan dan lain-lain.
c.      kelembagaan sifatnya dinamis, sehingga apabila diatur dalam Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota, dapat fleksibel penyesuaiannya.
d.     analog dengan pembentukan Kementerian Negara, yang pembentukannnya ditetapkan dalam Peraturan Presiden.
Usul tersebut agar sekaligus diatur dalam revisi UU Nomor 32 Tahun 2004.

Kemudian untuk pembentukan kelembagaan perangkat daerah, dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan kharakteristik daerah, misalnya pembentukan BAKORWIL di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, termasuk Provinsi lain yang mempunyai  jumlah wilayah bawahan cukup banyak serta pertimbangan geografis, seperti wilayah kepulauan, sarana transportasi dan lain-lain, untuk memudahkan pelaksanaan koordinasi. Hal ini terkait dengan pengaturan tentang kedudukan Gubernur sebagai wakil pemerintah agar segera ditetapkan serta petunjuk pelaksanaannya sehingga dapat berperan dalam rangka melakukan fungsi koordinasi, pembinaan dan pengendalian penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten/Kota, serta mengkaji kembali keberadaan Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota yang melaksanakan fungsi pembinaan dan pengawasan yang dalam hal ini fungsi tersebut merupakan kewenangan pemerintah, maka seyogyanya Inspektorat Provinsi merupakan perangkat pemerintah (Kementerian Dalam Negeri) dan Inspektorat Kabupaten/Kota merupakan perangkat Gubernur sebagai wakil pemerintah.


C.   PEMBERDAYAAN KAPASITAS PERANGKAT DAERAH

Untuk optimalisasi dan tertib penyelenggaraan pemerintahan daerah, agar otonomi dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, Pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi, pemantauan dan evaluasi, dan bersamaan dengan itu Pemerintah wajib memberikan fasilitasi yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan dan dorongan kepada daerah, agar dalam melaksanakan otonomi daerah dapat dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang undangan.
Dengan pemikiran tersebut maka salah satu elemen yang strategis dan  penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah satuan kerja perangkat daerah (SKPD). SKPD tidak hanya berhenti pada pengaturan mengenai tugas dan fungsi tetapi bagaimana SKPD dapat secara optimal menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sesuai dengan ruang lingkupnya, melalui pemberdayaan kapasitas perangkat daerah yang merupakan bagian tugas dan tanggung jawab pemerintah (concurrent).
Bagaimanapun pemerintahan  Pusat dan pemerintahan daerah berada dalam satu kerangka sistem yang saling terkait. Pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan menerapkan berbagai kebijakan dalam rangka kepentingan nasional dengan menetapkan berbagai target dan sasaran secara nasional. Oleh karena itu pemerintah merasa berkepentingan terhadap penetapan norma, standar, kriteria dan prosedur secara nasional termasuk standarisasi kelembagaan.
Sesuai  Undang-Undang Nomor  32 Tahun 2004 memposisikan dan memberikan kewenangan kepada Menteri Dalam Negeri untuk memfasilitasi penyelenggaran pemerintahan daerah antara lain melaksanakan fungsi  pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah, dan melakukan fungsi koordinator Pembina kepegawaian daerah.
Melalui pemberdayaan kapasitas daerah diharapkan masing-masing SKPD dapat secara optimal menyelenggarakan yang menjadi tugas dan fungsinya secara optimal dalam rangka mewujudkan otonomi daerah.

Permasalahan pemberdayaan  kapasitas kelembagaan perangkat daerah tidak semata-mata hanya tanggungjawab Kementerian Dalam Negeri tetapi juga merupakan tanggung jawab bersama Kementerian, dan LPND sesuai dengan ruang lingkup bidang pemerintahan masing-masing.
Untuk itu Menteri Dalam Negeri telah menyampaikan kepada semua Menteri dan Pimpinan LPND  terkait dengan surat tanggal  29 April 2009 Nomor 061/1455/SJ perihal Pemberdayaan Kapasitas Kelembagaan Perangkat Daerah untuk menyusun suatu Modul yang dapat dijadikan dasar dalam melakukan evaluasi terhadap pengaturan kelembagaan masing-masing SKPD. 
Dalam pemberdayaan kapasitas kelembagaan perangkat daerah meliputi : 

a.       Standarisasi nomenklatur setiap  unit dan susunan organisasi pada masing-masing  Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
b.       Mengatur tentang tugas dan fungsi serta rincian tugas masing-masing susunan organisasi, sesuai dengan urusan yang menjadi kewenangan daerah.
c.       Penyusunan tatalaksana dan yang meliputi prosedur tentang tata kerja pelaksanaan tugas masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
d.       Penyusunan standar kompetensi jabatan masing-masing jabatan dan pengembangan jabatan fungsional.
e.       Pengaturan  tentang sistem pembinaan, pengawasan dan pelaporan.


Salah satu hal yang terpenting dalam pemberdayaan kapasitas kelembagaan perangkat daerah adalah menyangkut aspek kepegawaian, dimana kondisi pembinaan pola karier aparatur kita saat ini tidak didasarkan pada standar kompetensi baik persyaratan umum, persyaratan manajerial, dan persyaratan teknis, sehingga berdampak kurang positif terhadap kinerja instansinya, sehingga dalam pemberdayaan kapasitas kelembagaan perangkat daerah sekaligus kita atur dan termasuk pengembangan jabatan fungsional yang masih selalu kita abaikan, padahal melalui jabatan fungsional kita dapat mengembangkan profesionalisme aparatur.
Dengan konstruksi penyelenggaraan pemerintahan kita saat ini bahwa dalam penataan organisasi perangkat daerah  sinkronisasi dan simplifikasi antara Pusat dan Daerah menjadi penting, karena perangkat daerah pada dasarnya adalah pelaksana kebijakan pemerintah, oleh karena itu antara keduanya perlu terus dikembangkan, dalam arti bahwa Visi dan Misi pemerintah harus dikawal sebagai Visi dan Misi pemerintah daerah juga. Pengalaman sebelumnya memberikan pelajaran berharga kepada kita ketika sinkronisasi dan simplifikasi tidak menjadi pertimbangan dalam memformat kelembagaan daerah.

Terakhir, kita berharap bahwa melalui pemberdayaan kapasitas kelembagaan  perangkat daerah ini membawa perubahan kearah yang lebih baik dalam meningkatkan sumber daya manusia, pelayanan, kesejahteraan masyarakat, percepatan pembangunan, menumbuhkan partisipasi atau peran serta masyarakat.

D.   KESIMPULAN
Ada beberapa hal yang patut menjadi perhatian kita semua sebagai aparatur, yaitu dengan segenap kemampuan kita jalankan misi nasional di lingkungan aparatur negara serta diupayakan jangan sampai ada satupun yang teledor, untuk  mewujudkan aparatur negara yang sungguh-sungguh netral, sangat profesional dalam tanggung jawab kerja masing-masing, moralitas terjaga, efektif atau berdayaguna, produktivitas tinggi dengan  kualitas yang tinggi pula, transparan serta akuntabel, menjauhi segala macam bentuk KKN, serta  memposisikan diri sebagai insan aparatur pemerintah yang sanggup mempersatukan multikulturalisme bangsa sekaligus merekatkannya.
Selanjutnya kita dukung sepenuhnya proses reformasi birokrasi, berupa penataan ulang secara bertahap dan sistematis dengan correct dan perfect atas fungsi utama pemerintah yang meliputi kelembagaan/institusi yang efisien dengan tata laksana yang jelas/transparan, diisi SDM yang profesional, mempunyai akuntabilitas kepada masyarakat serta menghasilkan pelayanan publik yang prima.
Dalam upaya  menciptakan birokrasi pemerintahan yang kuat dan pemerintahan yang bersih (good/clean governance), maka dibutuhkan keikhlasan segenap aparatur sebagai penyelenggara pemerintahan untuk memiliki kepekaan yang tinggi terhadap fenomena-fenomena sosial budaya dan politik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, serta harus mengetahui mengenai seluk beluk akar permasalahan kesenjangan sosial  ekonomi yang terjadi dalam masyarakat serta mengambil langkah-langkah penanganan yang bersifat persuasif.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar